Lampung Timur , (RADARNEWS.ID) – Pejabat publik maupun pejabat politik dilarang menjabat posisi strategis di Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) di semua tingkatan, baik nasional, provinsi dan kabupaten/kota.
Soal ini, sebenarnya sudah sejak lama sekali ditegaskan. Meski demikian, faktanya, sampai hari ini masih ada juga pejabat publik dan pejabat politik yang duduk sebagai pengurus KONI.
Hal inipun disoroti oleh Arip Setiawan Ketua LSM GIPAK. di Kantor Selasa (10/3/2020)
Menurutnya ketentuan pasal 40 UU Nomor 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional (SKN) kata dia, bahwa KONI itu bersifat mandiri tidak terikat dengan jabatan Struktural dan Jabatan Publik.
Kesimpulannya kata Arip tidak dibenarkan menurut UU, yang mana Ketua KONI itu dijabat oleh pejabat public.?
“Makanya pada saat saya diamanahkan sebagai Ketua KONI seharusnya Mereka sebagai Pejabat Fublik harus mempunyai kesadaran sendiri dan memilih mengundurkan diri saat terpilih sebagai Anggota DPRD,” kata Ketua LSM GIPAK ini.
Lebih lanjut Arip mengatakan Sanksinya emang sangat ringan hanya administrasi. Tapi pertanyaan saya beranikah pemerintah daerah menganggarkan apabila melanggar undang-undang? Jangan sampai menimbulkan masalah hukum. Ini hanya kekhawatiran saya saja,” imbuhnya.
Ia juga memberikan contoh nyata terhadap Ketua KONI terpilih Lampung Timur saat ini, yaitu M.Khadafi, Dimana kata dia, bukanlah seorang pejabat public?
Emang Sah-sah saja menurut Arip jika dia mendapatkan posisi tersebut. Terlebih tidak berbenturan atas apa yang telah diamanatkan dalam UU Nomor 3 Tahun 2005 pasal 40.
Sebagaimana diketahui, bahwa salah satu pejabat public menjabat sebagai Ketua KONI di Kabupaten Lampung Timur yaitu M. Khadafi yang terpilih secara aklamasi belum lama, ujarnya.
Masih terngiang di telinga kita Dunia keolahragaan nasional tengah mendapat perhatian luas dari masyarakat, setelah Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora), Imam Nahrawi terbelit dugaan kasus Tipikor dana hibah Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) baru-baru ini. Di sejumlah daerah, sejumlah pihak mulai menyoroti problem yang ada dalam tubuh KONI daerah.
Menurut sebagian pihak, kasus yang terjadi di KONI pusat menyeret keterlibatan Menpora, dinilai tidak tertutup kemungkinan juga bisa terjadi di Kabupaten Lampung Timur dan disejumlah KONI daerah Kabupaten/Kota lainnya Pasalnya, sampai sejauh ini sejumlah KONI di Kabupaten/Kota diduga telah melakukan pelanggaran hukum, menyangkut struktur kepengurusan di tubuh organisasi keolahragaan itu.
‘’Melihat kasus Menpora yang manjadi tersangka dugaan pelaku Tipikor dana hibah KONI pusat. Saya melihat di Lampung Timur ini ada potensi ke arah sana. Karena banyak sekali dugaan pelanggaran regulasi dan pelanggaran tersebut berkaitan dengan anggaran yang digelontorkan kepada KONI sendiri,’’ ujar Arip
Dugaan pelanggaran yang dimaksudkan Arip adalah menyangkut keberadaaan sejumlah pejabat publik, yakni antaranya ada kepala daerah, wakil kepala daerah dan anggota Dewan menjabat dalam struktur kepengurusan KONI. Padahal dalam Undang-undang nomor 23 tahun 2005 tentang kelolahragaan nasional, pejabat publik dilarang untuk menjadi pengurus KONI.
‘’Dalam pasal 56 ayat -14, pejabat publik dilarang merangkap sebagai pengurus inti KONI. Pejabat publik seperti kepala daerah, hakim, DPRD, dan ASN tidak boleh jadi pengurus KONI. Tapi yang terjadi di sejumlah KONI di daerah, pengurus intinya banyak diisi oleh pejabat publik,’’ ungkapnya.
Arip juga kemudian menyebutkan sejumlah regulasi yang mengatur tentang larangan bagi para pejabat publik tersebut untuk merangkap jabatan sebagai pengurus inti di KONI. Pertama yakni Undang-Undang nomor 23 tahun 2005 tentang kelolahragaan nasional, kemudian diperkuat lagi dengan Peraturan Pemerintah (PP) nomor 16 tahun 2007. Larangan tersebut juga diperkuat lagi oleh Surat Edaran (SE) Menteri Dalam Negeri Nomor: 800/2398 tahun 2011 dan kembali diperkuat dengan SE Nomor: 800/148/ tahun 2012.
‘’Kenapa kita soroti hal ini, karena ini menyangkut pertanggungjawaban penggunaan anggaran yang dialokasikan ke KONI melalui mekanisme hibah daerah. Masak kepala daerah yang memberikan anggaran, tapi kemudian anggaran itu digunakan untuk dirinya sendiri. Kalau pengurusnya saja tidak sah, bagaimana dengan penggunaan anggarannya,’’ tandasnya.
Karena itu, Arip pun mendorong kepada para pejabat publik yang menjabat sebagai pengurus inti di KONI agar mengudurkan diri. Menurutnya ambil contoh sejumlah pengurus KONI di Kabupaten/Kota yang ada di Provinsi Bali yang mengudurkan diri secara bersamaan, karena menjadi pejabat publik patut dicontoh oleh para pejabat publik yang juga menjadi pengurus KONI di Lampung khususnya Lampung Timur.
‘’Dengan memperhatikan asas umum pemerintahan yang baik, kita harapkan para pengurus KONI yang menjadi pejabat publik, untuk segera mengundurkan diri. Ini sebagai bentuk kepatuhan terhadap aturan. Karena setiap kebijakan yang diambilnya punya implikasi. Mereka harus memberikan contoh kepada publik,’’ tegasnya.
Semestinya mereka seperti M. KHADAFI pada saat terpilih menjadi anggota DPRD Propinsi Lampung tahun 2019 lalu, beliau langsung mengudurkan diri menjadi Ketua KONI Lampung Timur,’’ pungkasnya.(Red)