Beranda Bandung Apakah BPJS Kesehatan Berpihak Pada Kesehatan Reproduksi Rakyat Indonesia?

Apakah BPJS Kesehatan Berpihak Pada Kesehatan Reproduksi Rakyat Indonesia?

348
BERBAGI

Jawa Barat,(radarnews.id)- Undang-Undang No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) memberikan dasar hukum bagi pemerintah Indonesia untuk memberikan jaminan sosial kepada seluruh rakyat Indonesia. Salah satu bentuk jaminan sosial tersebut adalah jaminan kesehatan yang diatur dalam Pasal 47 UU Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dimana Dana Jaminan Sosial wajib dikelola dan dikembangkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial secara optimal dengan mempertimbangkan aspek likuiditas, solvabilitas, kehati-hatian, keamanan dana, dan hasil yang memadai.

Dalam rangka memberikan jaminan kesehatan, pemerintah Indonesia telah membentuk Badan Pelaksanan Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan sebagai lembaga penyelenggara program jaminan kesehatan nasional. BPJS Kesehatan adalah badan hukum publik yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. BPJS Kesehatan bertanggung jawab untuk memberikan jaminan kesehatan kepada seluruh rakyat Indonesia, termasuk dalam hal kesehatan reproduksi.

Pada tahun 2014, BPJS Kesehatan mengeluarkan Peraturan BPJS Nomor 1 tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan. Dalam peraturan tersebut, diatur bahwa jaminan kesehatan yang diberikan oleh BPJS Kesehatan juga mencakup pelayanan kesehatan reproduksi yang meliputi pemeriksaan kehamilan, persalinan, dan pelayanan kontrasepsi. Selain itu, pemerintah Indonesia juga telah mengeluarkan peraturan dan kebijakan terkait kesehatan reproduksi, Peraturan Pemerintah No 61 tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi, dimana pada pasal 8 disebutkan bahwa kesehatan reproduksi meliputi pelayanan kesehatan Ibu; Pelayanan Kesehatan Reproduksi Remaja; Pelayanan Kesehatan masa sebelum hamil, hamil, persalinan, dan sesudah melahirkan; pengaturan kehamilan; pelayanan kontrasepsi dan kesehatan seksual; Pelayanan kesehatan sistem reproduksi; dan Pelayanan Kesehatan Ibu dilaksanakan melalui pendekatan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif.

Peran BPJS tentunya bisa bergerak disemua lini layanan, baik Promotif, Preventif, Kuratif, dan Rehabilitatif mengingat cakupan wilayah kegiatan BPJS yang berada di layanan tingkat primer maupun fasilitas kesehatan tingkat lanjut. Sehingga dalam pelaksanaan PP No 61 tahun 2014 tersebut sebagian mengatur standar dan prosedur pelayanan kesehatan reproduksi yang harus diberikan oleh fasilitas kesehatan yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan. Lantas, apakah selama kurun waktu sejak didirikannya BPJS pada tahun 2014 sampai dengan saat ini, indikator indikator kesehatan reproduksi di Indonesia ada peningkatan derajat kesehatan? Data dari kementrian Kesehatan RI menunjukkan pada tahun 2015 angka Kematian Ibu adalah 305 per 100.000 kelahiran hidup (SUPAS 2015) sedangkan pada tahun 2022 di dapatkan data 207 Kematian Ibu per 100.000 Kelahiran Hidup. Jika dibandingkan dengan negara tetangga kita, lima negara lainnya di Asia Tenggara memiliki AKI yang lebih baik karena sudah di bawah 100 kematian per 100 ribu kelahiran hidup. Kelima negara tersebut adalah Vietnam, Thailand, Brunei Darussalam, Malaysia, dan Singapura.

Dengan demikian, dapat kita lihat masih cukup berat perjuangan kita untuk memperoleh tingkat kesehatan reproduksi yang paling tidak setara dengan negara negara tetangga kita. Penyebab kematian pada Ibu adalah Perdarahan hebat saat proses persalinan, infeksi saat kehamilan atau setelah persalinan, Hipertensi dalam kehamilan yang mengarah ke preeklampsia dan eklampsia serta terjadinya Komplikasi pada masa nifas yang berujung pada kematian sang Ibu. Dalam rangka menurunkan angka kematian ibu (AKI) di Indonesia, Kementerian Kesehatan menetapkan strategi-strategi operasional yaitu penguatan Puskesmas dan jaringannya; penguatan manajemen program dan sistem rujukannya; meningkatkan peran serta masyarakat; kerjasama dan kemitraan; kegiatan akselerasi dan inovasi untuk menekan angka kematian ibu. Betapapun bagusnya program dan inovasi dari Kementiran Kesehatan RI jika tidak diimbangi dengan pembiayaan dan sistem yang baik dari BPJS Kesehatan maka akan sulit untuk menekan angka kematian Ibu.

Dari sisi pembiayaan BPJS Kesehatan menerapkan suatu sistem yang bernama INA CBGs, dimana klaim dari fasilitas kesehatan rujukan tidak berdasarkan pelayanan yang diberikan tapi berdasarkan diagnosis atau kasus yang relatif sama, artinya apapun upaya yang dilakukan RS untuk satu kasus tertentu akan dibayar sama oleh BPJS Kesehatan. Kondisi ini membuat RS akan membuat suatu Clinical Pathway yang seefisien mungkin dan dalam beberapa kasus ada kemungkinan RS akan menyudahi layanan meski pasien belum dalam kondisi sembuh benar, demi mencegah kerugian di pihak rumah sakit. Dari sisi keilmuan, teknologi teknologi baru pencegahan terjadinya kematian Ibu tidak bisa diterapkan dengan alasan biaya tinggi dan tidak akan tercover oleh biaya klaim INA CBG BPJS Kesehatan, sedangkan menurut UU No 36 Tahun 2009 salah satu kewajiban dari tenaga kesehatan adalah mengembangkan dan meningkatkan pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki. Kondisi ini mungkin bisa digolongkan sebagai suatu “penindasan atas ilmu pengetahuan oleh kekuasaan”, yang pada akhirnya memperlambat inovasi upaya penurunan angka kematian ibu dengan menggunakan teknologi dan kelimuan terbaru. Padahal, adalah hak rakyat Indonesia, khususnya kaum perempuan adalah mendapatkan kesejahteraan setinggi tingginya, disamping penggunaan sumber daya negara adalah untuk sebesar besarnya kemakmuran rakyat.

Meskipin demikian, dalam layanan kesehatan reproduksi lainnya, seperti kesejahteraan anak, Keluarga Berencana dan Kesehatan Remaja, BPJS sudah mengcover berbagai jenis penyakit terkait kesehatan reproduksi baik di rawat jalan maupun rawat inap. Secara umum, dapat dikatakan bahwa BPJS Kesehatan ada keberpihakannya pada kesehatan reproduksi rakyat Indonesia melalui penyediaan jaminan kesehatan yang mencakup pelayanan kesehatan reproduksi serta kerja sama dengan fasilitas kesehatan yang mengikuti standar dan prosedur pelayanan kesehatan reproduksi yang telah ditetapkan. Namun, masih ada tantangan dan kendala yang perlu diatasi untuk meningkatkan akses dan kualitas pelayanan kesehatan reproduksi bagi seluruh rakyat Indonesia.

 

Bandung 24 Maret 2023.

(Oleh : dr Moh Ainul Yaqin, MkesMahasiswa Pasca Sarjana Universitas Islam Bandung).