METRO // RADARNEWS.ID
Di sebuah sudut Kota Metro yang bergeming, gemuruh suara rakyat perlahan mengalir, menyambut terpilihnya pasangan Bambang Iman Santoso dan Muhammad Rafieq Adi Pradana sebagai Walikota dan Wakil Walikota Metro periode 2025-2030.
Pria itu, dengan kopiah melingkari kepalanya, berdiri sebagai sosok yang bukan hanya memimpin dari atas, tetapi menggenggam hati rakyatnya dengan langkah kecil, tanpa protokol berlebihan.
Ketua DPC Partai Demokrat Metro periode 2022-2027 itu bukan sekadar seorang pemimpin, ia adalah kisah itu sendiri – sebuah narasi yang dirajut dari perjuangan, doa, dan cinta kepada manusia biasa.
Haji Bambang bukanlah pemimpin biasa. Dalam menjalankan tugasnya, ia kerap melampaui sekat-sekat formalitas yang lazim dijunjung tinggi oleh pejabat publik.
Sebagai seseorang yang pernah mencicipi getirnya hidup di lapisan masyarakat kecil, Bambang tak pernah mampu membiarkan jarak menjadi penghalang dirinya dengan rakyat.
Saya, Arby Pratama, mulai bertugas sebagai ADC beliau pada 4 September 2024, saya sempat merasa jengah dengan perilakunya yang terkesan “liar”-seorang Walikota masa depan yang sering kali memutuskan berhenti di tengah jalan hanya untuk membeli makanan dari pedagang kaki lima. “Apa tidak berbahaya?” pikir saya kala itu. Namun, lambat waktu, saya sadar, bukan rasa aman yang dicarinya, tetapi rasa persaudaraan.
Seperti mata air di tengah padang tandus, kehadirannya memberikan kesejukan bagi siapa saja yang ditemuinya. Ia menyapa tanpa sekat, mendengar tanpa prasangka, dan bercanda tanpa basa-basi. “Rakyat butuh pemimpin yang merunduk, bukan yang mendongak,” katanya suatu kali.
Keberanian dan ketulusannya tidak datang begitu saja. Haji Bambang yang juga merupakan seorang ulama yang lahir dari kesulitan, ditempa oleh pengalaman hidup sebagai rakyat kecil yang akrab dengan perjuangan. Maka, ketika berbicara, suaranya tidak sekadar menggema di telinga, melainkan masuk ke hati.
Ada sebuah magis yang sulit dijelaskan ketika ia menyampaikan ceramah. Dengan gaya khas yang jenaka, ia mampu melucuti kepalsuan, membuat setiap orang merasa ia bicara langsung untuk mereka.
Saya ingat bagaimana di awal-awal perjalanan saya sebagai ADC, tanpa sadar, saya mulai mengaguminya. Ia adalah seorang pemimpin yang tidak hanya bisa berbicara, tetapi juga mendengar, memahami, dan memberi solusi.
Bukan hanya dalam kata-kata, kemurahan hatinya hadir pula dalam tindakan. Sebagai seorang dermawan, ia selalu menemukan cara untuk membantu tanpa mengumumkan bantuannya. “Memberi itu seperti menanam pohon,” katanya suatu sore. “Kita tak perlu berharap siapa yang akan berteduh di bawahnya.”
Namun, jalan menuju kemenangan Haji Bambang tidaklah mudah. Pencalonannya sebagai Walikota Metro dipenuhi rintangan. Ia harus melawan pasangan Wahdi-Qomaru Zaman yang didukung koalisi partai besar. Dalam pertarungan ini, kekuatan rakyat menjadi tamengnya, melindunginya dari badai politik yang kerap tak berimbang.
Tepat tanggal 27 November 2024 menjadi saksi bagaimana koalisi rakyat mengalahkan koalisi kekuasaan. Di tengah keramaian pendukung yang bersorak, Haji Bambang berdiri dengan senyum teduhnya. “Ini bukan kemenangan saya,” ucapnya pelan namun tegas. “Ini kemenangan kalian, para koalisi rakyat.”
Harapan rakyat kini terpaut pada janji-janji yang pernah ia ucapkan. Dalam setiap kampanyenya, ia tidak hanya menjual mimpi, tetapi juga menanam komitmen bahwa janji melangit itu harus membumi. “Pilkada bukan akhir,” katanya suatu hari. “Ia adalah awal dari pengabdian sejati.”
Dengan segala keberhasilannya, Haji Bambang seolah menghidupkan kembali sosok negarawan yang lama dirindukan – pemimpin yang bukan hanya memerintah, tetapi melayani. Ia membawa nilai-nilai luhur agama dalam kehidupan politik, tanpa menjadi fanatik. Ia akan membangun kota ini dengan cinta, tanpa kehilangan kendali rasionalitas.
Sebagaimana Jokowi yang terkenal dengan kesederhanaannya, Haji Bambang adalah versi lokal yang menghadirkan kehangatan itu ke tingkat yang lebih intim. Langkah-langkahnya yang tak terduga bukanlah bentuk improvisasi tanpa arah, melainkan upaya untuk menyeimbangkan kuasa dan rasa.
Ia adalah teladan bahwa seorang pemimpin besar bukan hanya mereka yang pandai menyusun strategi, tetapi juga yang tulus mendekati rakyat. Dan Haji Bambang, dalam setiap langkah kecilnya di pinggir jalan, dalam setiap senyum yang ia bagi, menunjukkan bahwa kepemimpinan sejati adalah tentang menghampiri, bukan menanti.
Kini, sebagai seorang yang mengikutinya dari dekat, saya merasa yakin bahwa Kota Metro berada di tangan yang tepat. Namun, tanggung jawab besar menanti di depan. Kepemimpinannya bukan hanya tentang menangani administrasi kota, melainkan menjaga kepercayaan rakyat yang telah diberikan dengan sepenuh hati.
Haji Bambang Iman Santoso adalah cermin dari harapan kita semua, bahwa pemimpin yang besar adalah mereka yang sederhana, yang tahu bahwa kekuatan sejati tidak ada di kursi kekuasaan, melainkan di hati rakyat yang mencintainya.
Kota Metro bukan lagi hanya sebuah nama, tetapi menjadi saksi dari cerita yang terus berkembang. Sebuah cerita tentang cinta, perjuangan, dan keikhlasan seorang lelaki bernama Bambang Iman Santoso.
Penulis: Arby Pratama (Wartawan Utama).